Pada secangkir teh pagi itu, cahaya matamu bercerita.
"Aku mencintai orang
yang salah." Kau memulai.
Tidak pernah salah
mencintai apapun, ayah, ibu, anak-anak, teman, pacar, guru, presiden bahkan.
Kau menggeleng. "Aku
abnormal!!"
Apa....!!
Cangkir teh bergetar,
meriakkan isinya.
Kau semakin layu. Wajahmu
menunduk dalam. Menghela napas, "Aku mencintai bayangan. Orang dalam
bayangan. Orang yang tidak pernah ada."
Kau menyeruput teh. Kau
serius, karena tampak cahaya matamu pagi ini kalah oleh matahari yg menerobos
di sela tirai.
"Orang itu
mencintaiku juga..." kau tertawa getir "...tentu dalam
bayanganku."
"Kami saling
memikirkan sedang apa di tempat masing-masing. Kami tidak saling bicara. Namun
tatapan matanya memberitahu segalanya. Aku berdebar saat tak sengaja berpapasan
dengannya pada sebuah kesempatan, dalam bayangan. Aku tersipu mendengarnya
bicara pada temanku tentangku, dalam bayangan. Aku menangis, tertawa, ngambek,
tersanjung, oleh segala hal yang dia lakukan, dalam bayangan.
Kau memainkan jarimu pada
bibir cangkir. Teh sudah hilang uapnya.
"Kami berencana
menikah. Dia datang ke rumah. Berbicara serius pada orang tuaku. Kami tidak
berbicara apa-apa. Aku hanya mendengarkan dari dalam. Hingga tiba saat pulang,
hanya tatapan mata kami saling berpamitan."
Manis sekali. Aku yakin
dia pria yang tampan.
Kau mengelak. "Semua
itu terjadi dalam bayangan."
"Aku tidak bisa
menggambarkan seperti apa wajahnya. Tidak berani lebih tepatnya. Aku tidak bisa
menceritakan dari mana dia berasal. Tidak berani lebih tepatnya. Dia hanya
bayangan. Tanpa detail wajah, tanpa asal. Aku bahagia dengannya cukup seperti
itu."
Barangkali itu
representasi seseorang yang pernah kau temui di dunia nyata.
"Tidak. Aku tidak
pernah mengenal siapapun yang bisa mengganggu tidurku sehebat ini. Aku insomnia
karena bayangan yang kuciptakan sendiri."
Siapa namanya?
"Dia tidak bernama.
Aku mencintainya tanpa predikat, tanpa panggilan, tanpa sebutan. Cukup seperti
itu."
Teh di dalam cangkir
sudah dingin. butiran daun teh yang lolos dari penyaring telah sepenuhnya
tenggelam.
Aku mengasihimu. Kau yang selalu duduk menghadapku setiap
pagi, menimati secangkir teh panas. Bercerita tentang segala hal pada cangkir
yang sama setiap hari.
Aku bisa melihatmu melakukan banyak hal, mengalami banyak peristiwa. Seperti
kemarin dulu saat laki-laki yang kusimpulkan adalah pacarmu datang. Kalian
larut dalam perdebatan, kemudian kemarahan masing-masing meletup.
Dia meneriakimu. Kamu berteriak balik padanya. Dia bersikeras
memintamu mengakui, kenapa kamu berubah. Kamu bertahan tidak menjawab hingga
tamparan keras laki-laki itu mendarat di pipimu. Ah, kasihan kamu. Air matamu
meleleh, namun kau tidak bersuara. Laki-laki itu geram benar sampai tak tahu
harus berbuat apa selain meninggalkanmu. Ketika dia hampir di pintu, dengan
suaramu serak tertahan, “Aku mencintai laki-laki lain.” Laki-laki itu sudah
lelah, dia hanya menggeleng pasrah. Kalian berpisah.
“Aku mencintainya.” Kau mengulanginya pada pagi yang lain. Pada cangkir
yang sama.
Sayang, kamu harus
bangun. Kamu harus belajar hidup di dunia nyata.
“Tidak ada laki-laki sebaik dia.”
Dia tidak ada.
“Justru dia selalu ada. Dalam setiap bangun dan tidurku.”
Sayang...
“Kami akan menikah.”
_Tebet, 2 Ramadhan 1433 H_
Cinta memang indah ketika cinta itu jauh dari nafsu.
BalasHapusCinta dan nafsu akan indah pada sebuah tali pernikahan
dukung gerakan mengaji Al-Quran Setiap hari
gak paham zak...
BalasHapus