Sabtu, 21 Juli 2012

Mencintai orang yang salah


Pada secangkir teh pagi itu, cahaya matamu bercerita.

"Aku mencintai orang yang salah." Kau memulai.

Tidak pernah salah mencintai apapun, ayah, ibu, anak-anak, teman, pacar, guru, presiden bahkan.

Kau menggeleng. "Aku abnormal!!"

Apa....!!
Cangkir teh bergetar, meriakkan isinya.

Kau semakin layu. Wajahmu menunduk dalam. Menghela napas, "Aku mencintai bayangan. Orang dalam bayangan. Orang yang tidak pernah ada."

Kau menyeruput teh. Kau serius, karena tampak cahaya matamu pagi ini kalah oleh matahari yg menerobos di sela tirai.
"Orang itu mencintaiku juga..." kau tertawa getir "...tentu dalam bayanganku."
"Kami saling memikirkan sedang apa di tempat masing-masing. Kami tidak saling bicara. Namun tatapan matanya memberitahu segalanya. Aku berdebar saat tak sengaja berpapasan dengannya pada sebuah kesempatan, dalam bayangan. Aku tersipu mendengarnya bicara pada temanku tentangku, dalam bayangan. Aku menangis, tertawa, ngambek, tersanjung, oleh segala hal yang dia lakukan, dalam bayangan.

Kau memainkan jarimu pada bibir cangkir. Teh sudah hilang uapnya.

"Kami berencana menikah. Dia datang ke rumah. Berbicara serius pada orang tuaku. Kami tidak berbicara apa-apa. Aku hanya mendengarkan dari dalam. Hingga tiba saat pulang, hanya tatapan mata kami saling berpamitan."

Manis sekali. Aku yakin dia pria yang tampan.

Kau mengelak. "Semua itu terjadi dalam bayangan."

"Aku tidak bisa menggambarkan seperti apa wajahnya. Tidak berani lebih tepatnya. Aku tidak bisa menceritakan dari mana dia berasal. Tidak berani lebih tepatnya. Dia hanya bayangan. Tanpa detail wajah, tanpa asal. Aku bahagia dengannya cukup seperti itu."

Barangkali itu representasi seseorang yang pernah kau temui di dunia nyata.

"Tidak. Aku tidak pernah mengenal siapapun yang bisa mengganggu tidurku sehebat ini. Aku insomnia karena bayangan yang kuciptakan sendiri."

Siapa namanya?

"Dia tidak bernama. Aku mencintainya tanpa predikat, tanpa panggilan, tanpa sebutan. Cukup seperti itu."

Teh di dalam cangkir sudah dingin. butiran daun teh yang lolos dari penyaring telah sepenuhnya tenggelam. 

Aku mengasihimu. Kau yang selalu duduk menghadapku setiap pagi, menimati secangkir teh panas. Bercerita tentang segala hal pada cangkir yang sama setiap hari.
Aku bisa melihatmu melakukan banyak hal, mengalami banyak peristiwa. Seperti kemarin dulu saat laki-laki yang kusimpulkan adalah pacarmu datang. Kalian larut dalam perdebatan, kemudian kemarahan masing-masing meletup.

Dia meneriakimu. Kamu berteriak balik padanya. Dia bersikeras memintamu mengakui, kenapa kamu berubah. Kamu bertahan tidak menjawab hingga tamparan keras laki-laki itu mendarat di pipimu. Ah, kasihan kamu. Air matamu meleleh, namun kau tidak bersuara. Laki-laki itu geram benar sampai tak tahu harus berbuat apa selain meninggalkanmu. Ketika dia hampir di pintu, dengan suaramu serak tertahan, “Aku mencintai laki-laki lain.” Laki-laki itu sudah lelah, dia hanya menggeleng pasrah. Kalian berpisah.

“Aku mencintainya.” Kau mengulanginya pada pagi yang lain. Pada cangkir yang sama.

Sayang, kamu harus bangun. Kamu harus belajar hidup di dunia nyata.

“Tidak ada laki-laki sebaik dia.”

Dia tidak ada.

“Justru dia selalu ada. Dalam setiap bangun dan tidurku.”

Sayang...

“Kami akan menikah.”





_Tebet, 2 Ramadhan 1433 H_

2 komentar:

  1. Cinta memang indah ketika cinta itu jauh dari nafsu.
    Cinta dan nafsu akan indah pada sebuah tali pernikahan

    dukung gerakan mengaji Al-Quran Setiap hari

    BalasHapus