Rabu, 22 November 2017

Mitos Bayi (2)

Cerita berlanjut tentang bayiku. Bayi laki-lakiku yang lahir pada akhir september 2017, ketika para jamaah haji sedang berada di kota Makkah untuk persiapan Wuquf.

Teman sudah berhasil gugling arti istilah "sawan" belum?
Sawan versiku, yang aku pahami dari orang-orang di sekitar, merupakan penyakit yang menimpa seseorang karena kejadian tertentu yang sifatnya mistik. Umumnya dikaitkan dengan peristiwa kelahiran dan/atau kematian manusia.

Ramai dugaan "kena sawan" sebenarnya sudah mulai diperbincangkan sanak sodara saat anak pertamaku sakit, hanya selang sehari sepulangku dari Rumah Sakit Bersalin. Sakitnya demam sampai empat hari, dan puncaknya saat malam aqiqah bayi, dia demam hingga 40 derajad dan harus dilarikan ke IGD. 
Asistenku, sibuk mencarikan bedak bayi untuk dioleskan ke kulit anak pertamaku. FYI, orang daerah kami masih banyak yang percaya, sawan atas kelahiran bayi bisa dihindarkan jika orang yang datang berkunjung mengoleskan bedak bayi ke salah satu bagian kulit, biasanya di leher.
Qadarullah si sulung tetap harus diinfus, supaya panasnya turun, dan hasil lab menunjukkan adanya peningkatan leukosit yang sangat tinggi. Jadi fungsi bedak tadi akhirnya hanya jadi semacam ritual kali ya, biar wangi seperti bayi. Kalo sakit mah sakit aja.

-------------------------------------------------------------------
Kamis, 5 Oktober 2017
Rumah kami diliputi duka saat terkirim kabar dari rumah sakit bahwa nenekku telah menghembuskan nafas terakhirnya. Nenek kesayangan kami semua.
Ba'da subuh hari ketika jenazahnya datang, aku segera memandikan bayiku, lalu kutinggalkan bersama pengasuhnya. Pecah tangisku saat berdiri di depan badan yang telah terbujur kaku, tak kuasa menatap wajahnya yang sekilas tampak seperti sedang tertidur saja. Namun tak kubiarkan sedihku berlarut-larut, saat tetangga dan saudara sudah banyak yang mulai berdatangan, aku membersihkan diri, berganti baju, untuk memegang bayiku kembali.

Semua prosesi pemulasaraan jenazah berlangsung cepat.
Aku dan bayiku hanya bisa berdiam di dalam rumah sepanjang prosesi berlangsung. Kebetulan rumahku dan rumah almrhumah berada dalam satu pekarangan. Hiruk pikuk di rumah duka hanya bisa kusaksikan dari dalam. Saat jenazah siap diberangkatkan....

Darrrrr....
bayiku menangis keras.
Sekeras kerasnya.
Menolak menyusu.
Tidak nyaman dalam posisi gendongan apapun.
Wajahnya merah padam.
suaranya melengking.
Aku panik.
Bergantian sepupuku menggendong, tetap menangis.
Semua panik tidak sanggup menenangkannya.
Beberapa saat kemudian datang dua orang tetanggaku yang sejak pagi memang sudah sibuk di dapur rumah duka, tergopoh-gopoh mendekati kami, meremas remas sesuatu sambil merapal doa dalam bahasa jawa, lalu mengoleskan sesuatu itu ke sekujur tubuh bayiku. Sesuatu yang setelahnya kuketahui adalah kembang puring itu juga diraupkan ke wajahku. Gelagapan aku dibuatnya.

lalu...
tangis bayi immediately, unexpectedly, magically, surut. Langsung kudekap, dan dia mau menyusu, hingga tertidur tak lama kemudian.

Orang-orang yang mengelilingi kami sejenak terdiam.
Sepupu yang berpikiran modern nyeletuk di tengah ketakjuban kami,
"Mungkin dia sudah capek menangis"
Mataku mengiyakan.
Kejadian tersebut makin membuat siapapun semangat membicarakan hal ikhwal penyakit sawan. Di dapur, dimana ibu-ibu berkumpul, berbagai cerita pun mengalir. Aku yang sesekali bergabung, iya iya sajalah. Semoga aku dan mereka segera mendapat pencerahan yang hakiki, bahwa tiada daya dan upaya melainkan hanya dari Rabb Semesta Alam.

Sejak hari itu, bayiku yang sejak lahir cenderung anteng, berubah sering rewel menjelang maghrib. Sering menangis tanpa jelas sebabnya apa.
Aku percaya kok, dengan adanya jin dan syaitan dan iblis, dan percaya pula dengan adanya jin qarin. Yang membuatku risih adalah kasak kusuk orang-orang disekitar yang menyarankan pelbagai ritual yang sepanjang aku ngaji baik numpang nguping di pesantren atau tabligh akbar atau di radio atau di tivi, samasekali tidak ada tuntunannya secara syariat.
takut dosa dong saya
takut dicatat syirik sama malaikat
takut aqidah tercemar

maka aku memilih mbacain ayat kursi daripada mantra nini among aki among
milih ngusapin air zam zam yang sebelumnya sudah dibacain qulhu, al falaq dan an naas daripada nyantolin gunting sama peniti di baju.

singkat cerita, 
makin kesini aku mengerti sebab bayiku sering tetiba menangis jejeritan jelang maghrib.
this baby ya...gak maaauuu mendengar berisik sedikitpun ketika dia mau berangkat tidur malam. hatta, sekedar ketokan pintu tetangga yang mengantar pesanan belanja.
pernah sekali kuajak ke mall dalam rangka menghadiri ulang tahun anak seorang kawan,
belum juga sampai di restonya, bayiku sudah mewek-mewek merah padam. Maka sepanjang acara aku dan bayiku ngumpet di nursery room, meninggalkan si sulung dengan abahnya yang mengikuti acara sampai selesai.

Wallahu a'lam bisshawab

Rabu, 11 Oktober 2017

Mitos bayi

Menjadi seorang ibu yang berlatar belakang pendidikan modern, belum tentu bisa mengalahkan kekuatan mitos di sekitarnya.

Adalah bayiku, anak kedua laki-lakiku, yang lahir normal, dengan paras rupawan, sehat lahiriah -semoga batinnya pun demikian- terpaksa harus opnam pada hari ke-11 setelah kelahirannya. Memang benar kakaknya telah lebih dulu menderita demam batuk pilek sampai harus bolak-balik dokter/rumah sakit, tapi demamnya bayiku agak aneh. Pilek tidak, batuk tidak, tau-tau panas tinggi hingga 39 derajat, menolak menyusu padaku sejak semalam sebelumnya, hingga dokter pun harus memasang selang infus agar bayiku tidak dehidrasi.
"Adek harus dirawat di ruang bayi, nanti hanya perawat yang boleh menjaganya."
mbak perawat bertutur dengan senyum termanisnya. Sejukkah bagiku? tidak samasekali. Perutku mulas, mulutku pahit, begitulah setiap kali aku panik dan sedih.
Kulepas bayiku dari balik kaca ruang perinatologi dengan mata sembab, sambil menyabar-nyabarkan hati, namun terus bertanya dalam hati, kamu kenapa le...?

Hingga hari ke tiga nakes Rumah Sakit tempat bayiku dirawat belum bisa menemukan apa penyakitnya. Tiap kali ditanya jawabnya "panasnya masih turun naik bu, masih kami observasi". Besok dokternya baru ke sini lusa bla bla bla...
Hati siapa yang tidak geram. Lelet banget ini rumahsakit. batinku.
Kutanyakan kepada si perawat, karena panasnya sudah tiga hari apa tidak sebaiknya dilakukan cek darah di laboratorium. Kebetulan yang sedang jaga adalah mbak perawat yang mungkin sedang lelahhh...
jawabannya kurang lebih begini.
Biasanya cek darah itu atas perintah dokter anak bu, dan itupun hari ke lima atau ke enam sejak demamnya muncul.
Aku melongo saja.
Ini hari ketiga lo, umunya hari ke tiga sudah dapat dilakukan cek darah untuk mengetahui sebab sakit. Apa pengetahuanku memang ketinggalan jauh? Apa aku kurang baca? Duh, kepala rasanya puyeng seketika.

Kebetulan hari ketiga itu orangtuaku pulang dari perjalanan haji. Rumahku ramai dengan kedatangan sanak famili, yang tentunya menanyakan kabar bayiku. Mendengar cerita tentang sakitnya yang belum terpecahkan, bukannya meng-encourage, malah bermunculan praduga2 berbau mitos. Dan taulah siapa yang paling banyak disalahkan. IBUNYA.

bayimu kena sawan (gugling sendiri ya apa itu sawan)
anakmu kesambet.
makanya jangan mandi malam2. padahal selama setelah melahirkan aku cuma sekali mandi habis maghrib, selebihnya ashar sudah mandi.
sampai tudingan yang ngga nyambung semacam, bayi baru lahir harusnya pakai gurita, harusnya dibedong, harusnya diolesi ini itu...
ah lelah...
ibu yang lelah...
anak pertama baru bolak balik RS, itupun sebelumnya sudah ada yang mengatakan " masnya kena sawan", tiba giliran anak kedua sakit, hal-hal semacam itu masih diributkan.

"Mungkin bayi kita kena penyakit 'ain"
kata suamiku. Nah, ini baru masuk akal. Tapi hal ini, sampai dengan tulisan ini dibuat, hanya menjadi diskusi kami berdua. Kami biarkan orang2 dengan dugaan penyakit sawannya. Nanti malah kami dikira anak muda yang sombong.
"Bisa jadi yang dimaksud sawan oleh orang2 itu adalah penyakit 'ain"
hmm...ini juga masuk akal.

Karena itulah, malam setelah diskusi itu, kami berburu mp3 player, yang akan diisi dengan murottal Alquran dan ayat2 ruqyah, untuk didekatkan di box bayi kami di ruang perinatologi.
Esoknya, yakni hari Minggu, hari di mana tidak ada dokter anak yang bisa ditemui di RS tersebut, aku mengajak bapak ibu menjenguk cucunya. Sedih memang, ketika bayiku lahir posisi mereka sedang wuquf di Arofah, sedangkan saat pulang, cuma bisa melihat dari balik kaca. Kumintakan izin kepada perawat supaya bapakku bisa masuk untuk mendoakan bayiku, membasuh wajahnya dengan air zam-zam, dengan harapan penyakitnya segera bisa diatasi, setidaknya ditemukan. Sayangnya niat menaruh mp3 player di dekat box bayi tidak diperkenankan oleh mbak perawat.
Sampai dengan minggu malam, panasnya masih naik turun, nakes masih memberikan obat penurun panas. Hatiku ciut.

Hari seninnya,
aku dan suami menyiapkan skenario, untuk memindahkan bayiku ke RS lain, jika belum juga ditemukan sakitnya. Sampai di RS, menghadap dokter anak, ternyata bayi kami sudah boleh pulang. Panasnya sudah turun, infusnya sudah dilepas. Antara terkejut dan senang, www what...diapain memangnya, batinku.
Subhanallah,
atas izin Allah pasti. dan mungkin melalui perantara doa bapakku dan air zam zam yang didoakan.

Memang serangan mitos belum berakhir, ada kejadian berikutnya yang akan kuceritakan di postingan lain. Tapi hari itu aku menjemput bayiku dengan berbunga-bunga, penuh syukur dan haru. Alhamdulillah, alhamdulillah alhamdulillaah...