Rabu, 11 Oktober 2017

Mitos bayi

Menjadi seorang ibu yang berlatar belakang pendidikan modern, belum tentu bisa mengalahkan kekuatan mitos di sekitarnya.

Adalah bayiku, anak kedua laki-lakiku, yang lahir normal, dengan paras rupawan, sehat lahiriah -semoga batinnya pun demikian- terpaksa harus opnam pada hari ke-11 setelah kelahirannya. Memang benar kakaknya telah lebih dulu menderita demam batuk pilek sampai harus bolak-balik dokter/rumah sakit, tapi demamnya bayiku agak aneh. Pilek tidak, batuk tidak, tau-tau panas tinggi hingga 39 derajat, menolak menyusu padaku sejak semalam sebelumnya, hingga dokter pun harus memasang selang infus agar bayiku tidak dehidrasi.
"Adek harus dirawat di ruang bayi, nanti hanya perawat yang boleh menjaganya."
mbak perawat bertutur dengan senyum termanisnya. Sejukkah bagiku? tidak samasekali. Perutku mulas, mulutku pahit, begitulah setiap kali aku panik dan sedih.
Kulepas bayiku dari balik kaca ruang perinatologi dengan mata sembab, sambil menyabar-nyabarkan hati, namun terus bertanya dalam hati, kamu kenapa le...?

Hingga hari ke tiga nakes Rumah Sakit tempat bayiku dirawat belum bisa menemukan apa penyakitnya. Tiap kali ditanya jawabnya "panasnya masih turun naik bu, masih kami observasi". Besok dokternya baru ke sini lusa bla bla bla...
Hati siapa yang tidak geram. Lelet banget ini rumahsakit. batinku.
Kutanyakan kepada si perawat, karena panasnya sudah tiga hari apa tidak sebaiknya dilakukan cek darah di laboratorium. Kebetulan yang sedang jaga adalah mbak perawat yang mungkin sedang lelahhh...
jawabannya kurang lebih begini.
Biasanya cek darah itu atas perintah dokter anak bu, dan itupun hari ke lima atau ke enam sejak demamnya muncul.
Aku melongo saja.
Ini hari ketiga lo, umunya hari ke tiga sudah dapat dilakukan cek darah untuk mengetahui sebab sakit. Apa pengetahuanku memang ketinggalan jauh? Apa aku kurang baca? Duh, kepala rasanya puyeng seketika.

Kebetulan hari ketiga itu orangtuaku pulang dari perjalanan haji. Rumahku ramai dengan kedatangan sanak famili, yang tentunya menanyakan kabar bayiku. Mendengar cerita tentang sakitnya yang belum terpecahkan, bukannya meng-encourage, malah bermunculan praduga2 berbau mitos. Dan taulah siapa yang paling banyak disalahkan. IBUNYA.

bayimu kena sawan (gugling sendiri ya apa itu sawan)
anakmu kesambet.
makanya jangan mandi malam2. padahal selama setelah melahirkan aku cuma sekali mandi habis maghrib, selebihnya ashar sudah mandi.
sampai tudingan yang ngga nyambung semacam, bayi baru lahir harusnya pakai gurita, harusnya dibedong, harusnya diolesi ini itu...
ah lelah...
ibu yang lelah...
anak pertama baru bolak balik RS, itupun sebelumnya sudah ada yang mengatakan " masnya kena sawan", tiba giliran anak kedua sakit, hal-hal semacam itu masih diributkan.

"Mungkin bayi kita kena penyakit 'ain"
kata suamiku. Nah, ini baru masuk akal. Tapi hal ini, sampai dengan tulisan ini dibuat, hanya menjadi diskusi kami berdua. Kami biarkan orang2 dengan dugaan penyakit sawannya. Nanti malah kami dikira anak muda yang sombong.
"Bisa jadi yang dimaksud sawan oleh orang2 itu adalah penyakit 'ain"
hmm...ini juga masuk akal.

Karena itulah, malam setelah diskusi itu, kami berburu mp3 player, yang akan diisi dengan murottal Alquran dan ayat2 ruqyah, untuk didekatkan di box bayi kami di ruang perinatologi.
Esoknya, yakni hari Minggu, hari di mana tidak ada dokter anak yang bisa ditemui di RS tersebut, aku mengajak bapak ibu menjenguk cucunya. Sedih memang, ketika bayiku lahir posisi mereka sedang wuquf di Arofah, sedangkan saat pulang, cuma bisa melihat dari balik kaca. Kumintakan izin kepada perawat supaya bapakku bisa masuk untuk mendoakan bayiku, membasuh wajahnya dengan air zam-zam, dengan harapan penyakitnya segera bisa diatasi, setidaknya ditemukan. Sayangnya niat menaruh mp3 player di dekat box bayi tidak diperkenankan oleh mbak perawat.
Sampai dengan minggu malam, panasnya masih naik turun, nakes masih memberikan obat penurun panas. Hatiku ciut.

Hari seninnya,
aku dan suami menyiapkan skenario, untuk memindahkan bayiku ke RS lain, jika belum juga ditemukan sakitnya. Sampai di RS, menghadap dokter anak, ternyata bayi kami sudah boleh pulang. Panasnya sudah turun, infusnya sudah dilepas. Antara terkejut dan senang, www what...diapain memangnya, batinku.
Subhanallah,
atas izin Allah pasti. dan mungkin melalui perantara doa bapakku dan air zam zam yang didoakan.

Memang serangan mitos belum berakhir, ada kejadian berikutnya yang akan kuceritakan di postingan lain. Tapi hari itu aku menjemput bayiku dengan berbunga-bunga, penuh syukur dan haru. Alhamdulillah, alhamdulillah alhamdulillaah...