Minggu, 02 Oktober 2011

pengembangan diri versus menjadi orang lain

"Ngapain gua harus seperti itu, gua gak mau jadi orang lain"
Jengkel bukan? jika reaksi itu yang didapatkan dari nasehat kita kepada seorang kawan untuk berhenti bersikap temperamental dan lebih menjaga bicaranya...

Setiap orang terlahir dengan karakter spesifik yang unik, yang sebagian diturunkan secara genetis, dan sebagian lagi mungkin karena "kecelakaan" saat proses kelahiran. Sifat penciptaan inilah yang sering dijadikan justifikasi orang-orang untuk menolak nasehat.

Confucius menyebutkan, ada dua orang di dunia ini yang tidak membutuhkan perubahan, yakni orang yang sangat bijak yang tentunya sudah tidak perlu berubah, serta orang bodoh yang tidak mau berubah.
 Perubahan adalah keniscayaan, seniscaya pergantian waktu, yang diiringi perubahan-perubahan kasat mata seperti proses manusia tumbuh besar, dewasa, menua, hingga mati. Bahkan Allah menyuratkan dalam sebuah ayat dalam Al Quran yang "memaksa" manusia untuk berubah, kalau manusia mau Allah merubah nasibnya. Inilah mengapa proses pengembangan diri adalah keharusan, bagi mereka yang berakal.

I'm not gonna talk about fate, I'm gonna talk about congenital character.

Mari berpikir dengan pola yang sederhana

mana yang lebih baik? pengendalian diri atau sifat temperamental? jika seseorang dilahirkan dengan darah temperamen mengalir di tubuhnya, apakah berubah menjadi lebih bisa mengendalikan diri merupakan kemunduran?
Apakah memepertahankan prinsip "be myself" itu jauh lebih penting daripada mencari kebaikan dan berubah menjadi lebih baik? jika jawabannya ya, mungkin egolah yang sedang bicara.

Think about it...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar