Jumat, 02 September 2011

I love becoming who I am now

Di dalam Perahu Kertasnya, Dee mencoba menjebol dinding yang menghalangi pandangan orang tentang kehidupan. Keenan yang hampir jenius meninggalkan harapan banyak orang terhadapnya dan memilih jalannya sendiri sebagai pelukis, so does Kugy, dia memilih menjadi penulis dongeng yang bagi orang "kebanyakan" profesi itu enggak banget.

Banyak contoh usaha para seniman atau pencipta dalam dunia hiburan demi menanamkan pada pikiran masyarakat bahwa kebahagiaan itu tidak datang dari berlimpahnya harta secara materi, melainkan kepuasan hati terhadap apa yang kita kerjakan.
Sayang, contoh-contoh yang dipakai melulu mereka yang minatnya cenderung pada dunia seni, yang secara tidak langsung memunculkan kesan bahwa mereka yang bekerja di bawah komando orang, atau yang bekerja dengan ritme monoton, atau yang biasa bekerja ditodong deadline merupakan orang-orang malang yang tidak berhasil merubuhkan dinding itu, dinding yang menghalangi potensi asli seseorang untuk muncul, yang memenjarakan kecintaan seseorang pada sebuah dunia lain.

Poor me, saya PNS.
setinggi-tingginya pangkat PNS tetap saja saya kacung. Semacam itulah simpulan yang terpaksa saya ambil dari membaca banyak novel serta merenungkan banyak lagu.

Sekali-kali adakanlah wahai pekerja seni, liputan mengenai orang yang benar-benar cinta dengan ke-PNS-an nya, well, maybe not me, not yet....but I'm trying to do my best.
meminjam istilah seorang senior, PNS bahagia (my best regard to him, haha), mungkin gak?
kenapa tidak?
Apa yang lebih membahagiakan seseorang yang cinta pada bangsanya selain bisa mendedikasikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk melayani masyarakat, baik secara langsung maupun tidak? orang lain mungkin masih berpikir untuk memuaskan hasratnya pada apa yang dia benar-benar inginkan, tanpa memikirkan ada orang lain yang berharap dia bisa menjadi sesuatu yang lain. Seperti Keenan, saya pikir dia bukan contoh yang baik bagi anak-anak yang ingin berbakti pada orang tuanya, karena dia mengorbankan banyak harapan demi kesukaannya pribadi.

Andrea Hirata- another example of those who break tradition- chased his so-called the real life, his dream, which are weird for mostly people, then named himself a happy person.
Dapatkah saya mengatakan bahwa ketika seseorang harus menahan rasa bosan oleh ritme pekerjaan yang membosankan dan mungkin tekanan pekerjaan, namun semua itu membuahkan senyuman orang lain, yakni keluarga dan bangsanya sebagai orang yang bahagia? Tidak perlu mendobrak tradisi untuk membuat orang lain tersenyum, jika memang kebahagiaan itu didapat dari kebahagiaan orang lain.
Sacrifice feels enjoyable when somebody helped by it, directly or indirectly, realized or unrealized.
Bagi saya, pekerjaan bukanlah dewa, yang akan saya perjuangkan apapun kondisinya. Saya hanya akan bekerja jika orang lain membutuhkan, dan akan berhenti jika apa yang saya lakukan tidak menghasilkan apa-apa untuk orang lain, bahkan merugikan. Ketika saya menjadi apapun, termasuk menjadi pegawai seperti apa yang saya jalani sekarang, saya mencintainya, and I'm happy with that, meski sebenarnya saya lebih gemar menyanyi, :D
Orang lain tidak perlu mengasihani, dengan berpikiran bahwa saya dan kawan-kawan sesama profesi saya adalah orang yang terjebak dalam kehidupan yang sia-sia. Kesia-siaan itu justru jika saya menghabiskan usia saya untuk kepentingan diri, abai dari masalah orang lain.
Saya anggap rasa bosan, capek, hari-hari menyebalkan karena omelan atasan bahkan cibiran masyarakat yang picik sebagai pengorbanan yang menyenangkan, karena yakin suatu saat pekerjaan saya bisa membuat senang orang lain.

Singkat cerita, "I love becoming Who I Am Now", not "I'm Chasing Something I love"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar